Kenakalan Mahasiswi Sastra di Malam Mabuk: Terjerat Nafsu Gelap di Kamar Mandi

Kenakalan Mahasiswi Sastra di Malam Mabuk: Terjerat Nafsu Gelap di Kamar Mandi

Namaku Naning, lahir tahun 1987. Tinggiku 172 sentimeter, berat 47 kilogram, dengan rambut hitam lurus—agak berbeda dari kebanyakan teman-teman Indonesia yang berambut pirang, mungkin karena keturunan ayahku yang Indonesia dan ibuku yang berkewarganegaraan asing. Kulitku putih, mewarisi gen ibu.

Saat ini, aku tengah menempuh pendidikan di sebuah perguruan tinggi swasta di Bandung, mengambil jurusan Sastra. Aku cukup memperhatikan penampilan dan sering mengunjungi salon. Karena itu, aku tak asing dengan tatapan-tatapan dari beberapa mahasiswa laki-laki di kampus, terutama saat mengenakan pakaian yang agak menonjolkan bentuk tubuh.

Kejujuran mengharuskan aku mengakui bahwa dalam hal percintaan, aku bukanlah tipe yang selalu setia pada satu pasangan. Aku memiliki kekasih yang sedang menempuh pendidikan di Amerika, sehingga pertemuan kami jarang terjadi. Hubungan kami telah berjalan selama lebih dari tiga tahun, dan aku menyayanginya.

Namun, naluri muda dan spontanitas sering kali menuntunku pada hubungan singkat dengan beberapa teman kuliah atau kenalan di tempat hiburan malam. Bagiku, hubungan-hubungan tersebut hanyalah bersifat fisik dan tidak mengubah perasaanku terhadap kekasihku. Kisah ini bermula pada pertengahan tahun 2004, saat liburan semester.

Banyak teman sekosanku telah pulang ke rumah masing-masing, hanya tersisa satu teman laki-laki dan dua teman perempuan, termasuk aku. Dua teman perempuanku mengikuti semester pendek, sedangkan aku menunda kepulanganku karena orang tuaku sedang berada di luar kota untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan, dan kakakku juga sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Lebih baik aku menghabiskan waktu di Bandung bersama teman-teman daripada sendirian di rumah yang sepi.

Maka, malam itu, aku pergi ke sebuah tempat hiburan malam di Jalan Cihampelas. Teman-temanku mengajakku minum, meskipun aku sebenarnya tidak terlalu kuat minum alkohol. Mereka beralasan itu untuk merayakan prestasi akademisku.

Aku akhirnya mabuk, dan dalam perjalanan pulang bersama Ocha, aku meminta izin untuk berhenti sebentar ke kamar mandi. di rumah Risa waktu sampai di rumahnya karena tidak tahan mau muntah. Setelah muntah akupun masih pusing-pusing sehingga terpaksa aku minta Risa untuk menginap di rumahnya semalam saja daripada pulang ke kost dalam keadaan sempoyongan, kan ga enak dilihat.

Singkat cerita akupun menginap di rumah Risa malam itu dan baru terbangun besoknya, hari Minggu jam sebelasan. Kepalaku masih agak berat. baca juga:Cerita Sex Mahasiswi lagi menyetubuhi Sama Kakak “Lu orang sih, nyuruh gua minum terus, aduh kaya mau mati aja kemarin rasanya tau !” omelku pada Risa.

“Hihihi, gapapa lah Na sekali-kali aja, kan kita baru selesai semester nih !” jawabnya tertawa kecil mengingat keadaanku kemarin. Akhirnya setelah makan sedikit, Risa mengantarku pulang ke kostku di daerah Sukamekar. Kumasuki pintu gerbang kostku, suasanya sepi seperti beberapa hari terakhir.

Di depan pos jaga aku berpapasan dengan Yeyen, pegawai/ penjaga kostku yang berusia dua puluhlimaan sedang ngobrol-ngobrol dengan dua orang pemuda yang kira-kira sebaya dengannya, aku tidak tahu siapa mungkin temannya yang penduduk sekitar sini. Aku tersenyum kecil sebagai basa-basi dan mereka membalasnya. Terasa sekali mereka memandangi tubuhku yang masih memakai pakaian seksi semalam berupa sebuah rok putih sejengkal di atas lutut dan tank top berdada rendah yang memperlihatkan sedikit belahan dadaku.

Aku mempercepat langkahku ke tangga, di dekat tangga akupun berpapasan lagi dengan pegawai kostku yang lain, si Putra yang masih berusia SMA, sekitar enambelas tahun, orangnya agak culun, berambut cepak dan kerempeng, dia sering bertugas membelikan barang pesanan dan mengantar makanan untuk kami, para penghuni disini. “Eh…Neng, baru pulang yah !” sapanya sambil cengengesan. Aku hanya menjawab iya saja lalu menaiki tangga, instingku mengatakan kalau dia berusaha mengintip rokku yang mini ketika aku naik, sempat terlihat sekilas olehku ketika sampai di lantai dua dan membelok.

Sampai di kamar, aku langsung membuka pakaianku dan masuk ke kamar mandi, langung kubuka shower dan kuguyur tubuhku dengan air dingin, segar sekali rasanya, udara di luar waktu itu lagi panas ditambah lagi panas alkohol masih sedikit terasa dari dalam tubuhku. Selesai mandi, aku keluar dari kamar mandi tanpa mengenakan apapun sambil mengelap rambutku dengan handuk. Kuambil celana dalam kuning dan kupakai.

Aku tidak menemukan baju barongku yang biasa kupakai tidur di gantungan di pintu, baru ingat kalau baju itu sudah kutaruh di tempat cucian. Karena malas mencari baju lain di lemari, akupun lantas melempar diriku ke kasur. Biar saja tidur hanya dengan celana dalam, apalagi cuacanya lagi panas, kipas anginnya juga kumatikan.

Kututupi tubuhku dengan selimut dan kupeluk guling kesayanganku untuk melanjutkan tidurku yang masih belum puas ditambah masi h sedikit pening, maklumlah orang ga kuat minum di suruh minum banyak ya gini nih jadinya. Entah berapa lama aku tertidur lelap sekali sampai kurasakan ada rasa geli pada tubuhku, secara refleks tanganku menepis dan menggulingkan tubuh ke arah lain. Namun perasaan itu datang lagi dengan lebih hebat, kali ini juga kurasakan pada paha dan dadaku seperti ada yang mengenyot.

Kali ini aku terbangun dan kaget sekali melihat ternyata benar-benar ada orang yang sedang mengenyot dadaku dan seseorang lainnya sedang menjilati pahaku. Spontan akupun menjerit, namun sebuah tangan membekap mulutku dari belakang. Ketika aku meronta, gerakanku langsung terkunci oleh tangan-tangan yang memegangi kedua tangan dan kakiku.

Aku mengedip-ngedipkan mata memperjelas pandanganku, aku makin terperanjat dengan keempat wajah menyeringai diatasku, wajah yang tak asing bagiku. Yang dua adalah pegawai kostku, Yeyen dan Putra dan dua orang temannya yang kutemui di bawah tadi. Aku tidak habis pikir bagaimana mereka bisa masuk sini, padahal pintu sudah kukunci, tapi sekarang bukan waktunya memikirkan itu, sekarang harusnya memikirkan apa yang harus kulakukan menghadapi situasi ini.

“Halo Neng, maaf yah kita masuk sini diam-diam abis ga tahan liat body Neng yang bahenol !” kata Yeyen. “Emmphh…eemhhh !” aku berusaha berteriak walau mulut masih dibekap sambil meronta ketika Yeyen meraba payudaraku. “Udahlah Neng, ga usah ngelawan terus, disini lagi gak ada siapa- siapa kok !” sahut orang yang membekapku yang berambut agak bergelombang dan matanya besar.

Dalam situasi makin kritis seperti ini aku mulai berpikir ulang, aku pernah membaca berita tentang pembunuhan di kost, melawan mereka yang sedang kalap mungkin saja malah mencelakakanku, bukankah lebih baik pasrah saja menuruti mereka. Lagipula aku ini kan bukan perawan dan pria yang pernah main denganku bukan hanya pacarku, bedanya Cuma mereka sama-sama WNI keturunan dan yang empat ini bukan. Yah, anggap saja tambah pengalaman seks lah, begitu pikirku positif.

Yang masih membuatku risau adalah apakah aku sanggup melawan empat orang sekaligus mengingat seumur hidup aku selalu bermain konvensional satu lawan satu. Mungkin sekaranglah waktunya bagiku untuk mencoba rasanya digangbang. Seiring dengan birahiku yang mulai naik, rontaanku pun berangsur-angsur berkurang berganti menjadi kepasrahan.

Darahku berdesir dan bulu-buluku merinding ketika tangan- tangan itu menggerayangi tubuhku, ciuman dah jilatan juga menghujani tubuhku. Salah seorang teman Yeyen tadi menarik lepas celana dalamku. Keempat orang itu menelan ludah menyaksikan keindahan tubuhku yang sudah telanjang bulat, terutama Putra sepertinya ini baru pertama kali dia melihat tubuh wanita secara nyata.

“Anjrit, jembutnya lebat banget euy !” kata Yeyen sambil merabai kemaluanku yang berbulu lebat tapi rapi, karena sering kucukur rapi tepiannya agar tidak keluar-keluar kalau memakai baju renangku yang seksi. Teman Yeyen yang rambutnya gondrong sebahu menciumi payudaraku, digigit dan disedot-sedotnya putingku yang sensitif. Kuncian mereka terhadapku mengendur dan tangan yang membekap mulutku juga sudah lepas.

Kepalaku menggeleng-geleng ketika Yeyen mau menciumku, tapi dia lalu memegangi kepalaku sehingga aku tak bisa lagi menghindari mulutnya. Rangsangan yang datang bertubi-tubi membuatku semakin horny dan mulutku pun membuka menerima serangan lidah Yeyen, mau tak mau aku harus beradaptasi dengan bau mulutnya. Kumainkan lidahku mengimbangi lidahnya yang menari-nari di mulutku.

Ketika asyik berciuman dengan Yeyen setidaknya ada dua jari yang bermain di serambi lempitku, aku tidak tahu siapa itu karena aku biasa memejamkan mata kalau berciuman agar lebih menghayati, selain itu tangan yang menggerayangiku ada empat pasang sehingga tidak sempat mengenalinya satu-satu. Lama juga Yeyen menciumiku, itu dia lakukan sambil tangannya menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku, hampir lima menit kira-kira, begitu mulutnya lepas aku akhirnya lega bisa kembali menghirup udara segar walau dengan nafas sudah memburu. Ketika kubuka mata, kulihat di sebelah kananku teman Yeyen yang matanya besar itu sedang mengenyoti payudaraku dengan rakusnya, dia sudah membuka pakaiannya, aku melihat rudalnya yang sudah tegang itu menggantung di selangkangannya, Bentuknya panjang dengan kepalanya disunat.

Iihhh… geli sekaligus terangsang membayangkan aku harus mengulum dan dimasuki benda itu. Si Putra sedang menjilat dan meraba tubuh bagian sampingku (sekitar perut, paha, dan dada), dia juga masih memakai kaos oblongnya tapi celananya sudah dibuka, rudalnya yang juga bersunat lumayan juga untuk seumuran dia. Ternyata yang daritadi mengorek serambi lempitku adalah si pemuda gondrong, kini dia bahkan mendekatkan wajahnya ke sana dan uuhh…lidahnya menyentuh bibir serambi lempitku dan terasa menggelitik nikmat tubuhku sampai menggeliat karena itu.

Aku bingung apa yang kualami saat itu termasuk perkosaan atau bukan, dibilang ya bisa juga karena awalnya mereka yang memaksa, tapi dibilang tidak juga bisa karena toh aku juga mulai menikmatinya. “serambi lempitnya enak, wangi loh mmm…ssluurrpp !” sahut si gondrong di bawah sana. “Oh, ya…nanti juga saya mau nyicipin yah, makannya cepet !” kata Yeyen.

“Jangan lama-lama yah, nanti kita kebagiannya bau jigong lu” timpal si mata besar Kini Putra sudah mencaplok payudaraku dengan mulutnya, walau kelihatan culun jilatannya membuat putingku makin menegang. Yeyen juga membuka pakaiannya hingga telanjang. Wah, anunya juga ga kalah gede dari kedua temannya, tinggal milik si gondrong saja yang belum kulihat karena dia masih sibuk menjilat serambi lempitku.

Aku harus mengakui enak sekali diperlakukan seperti ini, dalam seks satu lawan satu aku tidak pernah merasakan bagian-bagian sensitifku dimainkan dalam saat bersamaan. “Uuhh-eeemm….aaahh !” aku tak tahan untuk tidak mendesah ketika lidah si gondrong menyapu bibir serambi lempitku, bukan cuma itu, jarinya pun ikut keluar masuk di sana. Hal itu berlangsung sekitar lima menit lamanya, kemudian Yeyen mengambil posisinya.

“Hayo sini, saya juga mau rasain, gantian dong !” katanya menyuruh si gondrong menyingkir. Langsung Yeyen melumat bagian selangkanganku itu dengan bernafsu, tangannya memegangi kedua pahaku sambil mengisap dan menjilat, mulutnya terbenam di kerimbunan bulu kemaluanku, gayanya seperti makan semangka saja. Serangannya lebih mantap dari si gondrong yang cenderung monoton, lidah si Yeyen sepertinya agak panjang sehingga ketika menyusup ke dalam serambi lempit benda itu menyentuh klitorisku juga menjilati dinding kemaluanku, kontan akupun makin menggelinjang tak karuan.

Ketiga orang lainnya tertawa-tawa dan berkomentar jorok melihat reaksiku, mereka pun makin bersemangat mengerjaiku. Payudaraku sedikit nyeri ketika dipencet-pencet si mata besar dengan gemasnya. Si gondrong yang kini sudah membuka bajunya berlutut di sebelahku memegangi rudalnya untuk disodorkan padaku.

“Diisep Neng, enak loh !” suruhnya sambil menggosokkan kepala rudal itu ke wajah dan bibirku. Walau sebenarnya geli dengan kemaluannya yang hitam dengan kepala kemerahan itu, aku tertantang juga untuk mencobanya, maka kugenggam batang itu dengan tangan kiri dan kuawali dengan menyapukan lidah pada kepala rudalnya. Dia langsung mendesah keenakan karenanya.

Entah kekuatan apa yang membuatku demikian liar, padahal sebelumnya dekat-dekat orang seperti mereka saja aku enggan, apalagi untuk ML. Awalnya aku sangat tidak nyaman dengan aroma rudalnya, namun mau tidak mau aku harus membiasakan diriku. Aku berusaha tidak menghirupnya dan kuemuti dalam mulut sambil sesekali mengocok dengan tangan, kesempatan itulah yang kupakai untuk mengambil udara segar.

Sementara rasa geli pada serambi lempitku kian menjalari tubuhku, rasanya seperti mau pipis. Tubuhku menggelinjang, aku tidak tahan lagi dan mencapai orgasme pertamaku, dari serambi lempitku keluarlah lendir yang dijilatinya dengan lahap. “Eh-eh, gantian dong, saya juga mau ngerasain pejunya si Neng !” kata si Putra Putra menggantikan posisi si Yeyen, dia menjilati sisa-sisa cairan kemaluanku.

Jilatannya tidak selihai Yeyen, maklum karena dia masih hijau, baru pertama kalinya menikmati wanita. Dia lebih suka menyentil-nyentil klitorisku dengan lidahnya yang memberi rasa geli. Sekarang Yeyen berlutut di sebelah ku dan meraih tanganku digenggamkan ke rudalnya.

Keras dan hangat, begitulah kesan pertama begitu jari-jariku melingkari batang itu. Mulailah aku mengocok rudal itu dengan tangan kiriku dan yang kanan memegangi milik si gondrong sambil mengoralnya. Si mata besar masih menyusu dengan nikmatnya pada payudaraku, sepertinya dia ketagihan dengan payudaraku yang montok itu.

cerita ngewe terbaru - Kenakalan Mahasiswi Sastra di Malam Mabuk: Terjerat Nafsu Gelap di Kamar Mandi

Putra tidak lama menjilati serambi lempitku, posisinya digantikan oleh si mata besar yang tidak sabar menunggu giliran, karena paling kecil diapun mengalah pada temannya. Si mata besar mencium serambi lempitku dengan bernafsu dan terkesan terburu-buru. Aku dibuatnya semakin bergairah melayani kedua rudal yang menodongku, secara bergantian kukocok dan kuoral menirukan apa yang pernah kulihat di film porno di rumah temanku.

Rasa jijikku pada rudal hitam yang kepalanya seperti jamur itu perlahan-lahan sirna. Yeyen mengungkapkan ekspresi nikmatnya dengan meremas payudaraku yang digenggamnya, sedangkan si gondrong sambil menekan-nekan rudalnya ke mulutku ketika gilirannya dioral seolah tidak rela melepaskannya. Ditambah lagi Putra sedang asyik memainkan putingku, benda mungil berwarna merah kecoklatan itu dia pilin-pilin dengan jarinya sesekali juga dijilati.

Si mata besar pun tidak lama-lama menjilati serambi lempitku, dia lalu bangkit berlutut diantara kedua pahaku dan menempelkan kepala rudalnya di bibir serambi lempitku. Kuhentikan sejenak aktivitas terhadap dua rudal dalam genggamanku untuk memperhatikan rudal si mata besar mendesak memasuki serambi lempitku. Kutahan nafasku sambil menggigit bibir, proses penetrasi itu kuresapi dalam-dalam.

Setelah masuk sebagian dia menghentakkan pinggulnya sehingga rudal itu menghujam sampai mentok, spontan aku pun menjerit kecil dan merapatkan pahaku. “Waaah…enak pisan, sempit oi !” katanya setelah berhasil membobol serambi lempitku. Tanpa buang waktu lagi dia menggenjotku, rudal itu keluar-masuk serambi lempitku.

Aku meneruskan kocokanku terhadap si gondrong dan Yeyen, rasa nikmat yang menjalari tubuhku semakin membuatku bersemangat mengocok kedua rudal itu. Si Putra juga makin seru mengisapi payudaraku sampai basah kuyup oleh ludahnya juga oleh ludah orang- orang yang tadi mengisapnya. Tak lama kemudian, ketika aku sedang mengulum rudal Yeyen, sesuatu yang basah dan hangat menerpa wajah dan leherku dari samping.

Ow, ternyata si gondrong sudah keluar, kulepas sejenak rudal Yeyen dari mulutku, semprotan berikutnya makin membasahi wajahku begitu aku menengok menghadap todongan benda itu. “Uhh…isepin yah Neng !” lenguhnya seraya menjejali mulutku dengan rudalnya. Dalam mulutku rudal itu masih menyemburkan isinya dan itu kuhisapi tanpa memikirkan rasa jijik lagi walaupun baunya yang agak menyengat, mungkin karena saking terangsangnya sampai tidak sadar aku jadi seliar itu.

Sampai sejauh ini ponselku yang kutaruh di meja sana sudah berdering sekali dan dua SMS sudah masuk, kubiarkan saja karena tanggung. Aku dapat merasakan rudal si gondrong menyusut dalam mulutku dan pemiliknya terengah-engah. “Yee, payah lu, belum nojos udah ngecrot !” ledek Yeyen pada temannya.

“Enak pisan sih anjrit, sampe ga tahan !” balas si gondrong Sekarang si mata besar mengajak ganti posisi, mereka lalu membalikkan tubuhku hingga telungkup. Akhirnya ganti posisi juga pikirku, aku sudah gerah daritadi berbaring telentang sambil dikerjai mereka, punggungku panas sekali rasanya dan benar saja keringatku sudah membasahi sprei dibawahku tadi. Perutku diangkat dari belakang hingga posisiku seperti merangkak.

Kutengokkan kepalaku ke belakang dan kulihat si mata besar kembali memasukkan rudalnya ke serambi lempitku. Tusukan-tusukan kembali kurasakan, kali ini lebih cepat dan dalam. Di depanku si Putra berlutut minta giliran merasakan mulutku.

Akupun membuka mulut mempersilakan batang itu memasukinya. Kuemut benda itu tanpa enghiraukan lagi baunya, tidak terlalu besar tapi cukupkeras, namanya juga barang ABG. Aku melirik ke atas melihat anak itu merem-melek menikmati kulumanku, lucu juga reaksinya yang amatiran itu.

“Gimana Cep, asyik ga diemot rudalnya ?” “Si Putra udah gede euy !” Celoteh-celoteh yang ditujukan pada si Putra itulah yang sempat kudengar waktu itu. Sambil terus mengoral Putra, akupun selalu menggoyang pantatku mengikuti genjotan si mata besar, terus terang rasanya enak sekali seperti diaduk-aduk. Payudaraku yang menggelayut sedang dipegang-pegang si gondrong yang sedang mengistirahatkan rudalnya.

Tangan kananku menggenggam rudal si Yeyen dan mengocoknya pelan. “Pelan-pelan aja kocoknya Neng, ga pengen cepet-cepet ngecrot sih !” demikian katanya. Sibuk sekali aku jadinya dan udara sekitarku serasa makin panas karena dikerubuti empat orang ini, mana badannya lumayan bau lagi.

Hanya birahi yang meninggilah yang mengalihkanku dari semua itu. Sekitar lima belas menit menggenjotku, si mata besar sepertinya mau keluar, kelihatan dari sodokannya yang makin cepat. “Annjjiiinngg…aaahhh !” lenguhnya panjang diiringi semprotan spermanya di dalam serambi lempitku yang tak bisa kutolak.

Sialan juga nih orang pikirku, sembarangan main buang di dalam, ga minta ijin atau omong dulu kek padahal gak pake kondom, untung waktu itu aku tidak dalam masa subur, kalo iya kan amit-amit harus hamil sama orang-orang ginian. Begitu rudalnya lepas, aku merasa cairan hangat meleleh membasahi paha atasku. Yeyen langsung mengambil alih posisinya menusukkan rudalnya padaku seolah dapat membaca apa yang ada dalam hati kecilku yang masih ingin digenjot karena belum mencapai klimaks alias tanggung.

Si Putra yang masih kuoral nampaknya makin menikmati saja, tanpa sadar dia memaju-mundurkan pinggulnya seakan sedang menyetubuhi mulutku. Dia mengeluarkan spermanya dalam mulutku saat Yeyen menggenjotku dengan ganasnya sehingga aku tidak bisa konsentrasi mengisap rudal itu, maka cairan itupun meleleh sebagian di pinggir bibirku. Setelah Putra melepas rudalnya yang telah kubersihkan dari mulutku, lengan Yeyen mengangkat dadaku sehingga kini aku berlutut, Yeyen tidak berhenti menggenjotku sambil menopang tubuhku dengan lengannya yang melingkari perutku.

Si mata besar sambil mengistirahatkan senjatanya menggerayangi payudaraku yang membusung dalam posisi itu. Si gondrong memintaku kembali mengoral rudalnya yang sudah mulai bangkit lagi, sepertinya dia suka dengan pelayanan mulutku. Kugenggam rudalnya yang disodorkan padaku, ih…masih lengket-lengket bekas spermanya tadi, sedikit jijik aku dibuatnya namun juga tak kuasa menolaknya.

Serta merta kumasukkan benda itu kemulutku, kujilati sisa-sisa spermanya hingga bersih. Di dalam mulutku benda itu semakin mengeras dan bergetar. “Pelan-pelan aja Neng, buat persiapan ngejos di bawah nanti !” katanya.

Tak lama kemudian tubuhku kembali mengejang, seperti ada yang mau meledak di bawah sana. Aku melepas kulumanku untuk melepaskan desahan yang tak bisa kutahan lagi, lendirku pun kembali keluar bersamaan dengan tubuhku. Orgasme kali ini terasa lebih panjang, Yeyen masih menggenjot sampai 2-3 menit kemudian hingga akhirnya diapun menghujam rudalnya lebih dalam dan mempererat pelukannya.

Dia menggeram dan memuntahkan spermanya ke dalam serambi lempitku, hangat kurasakan di dalam sana. Kami break sebentar sekitar lima menitan. Saat itu Yeyen dan Putra memperkenalkan dua orang itu kepadaku, yang gondrong namanya Amad dan yang matanya melotot itu namanya Ifud, memang benar keduanya adalah teman mereka yang tinggal di pemukiman penduduk tak jauh dari sini.

Yeyen juga bercerita bagaimana mereka bisa masuk sini. Ternyata mereka iseng mengintipku waktu keluar dari kamar mandi tanpa busana tadi lewat lubang angin diatas pintu kamarku dengan memakai bangku tinggi. Tadinya sih hanya sekedar mau ngintip, tapi tak lama kemudian waktu Amad dan Ifud mau pulang mereka ingin ngintip yang terakhir kali dan menemukanku telah terlelap hanya dengan memakai celana dalam dan selimut yang tersingkap.

Situasi kost yang sedang sepi dan nafsu setan mendorong mereka berencana memperkosaku. Maka setelah yakin aku benar-benar tidur, Yeyen mencongkel kaca nako yang tepat di sebelah pintu lalu meraih grendel sehingga mereka bisa masuk dan terjadilah seperti ini. Aku sebenarnya marah mendengar semua itu, lancang sekali mereka berbuat begitu, ini kan pemerkosaan namanya, tapi mau marah gimana juga toh aku menikmatinya, salahku juga berpakaian mencolok di depan mereka.

Aku menatapi mereka satu- persatu yang memandangi tubuh telanjangku dengan tatapan kesal sekaligus berhasrat. Tidak tau mau omong apa deh, soalnya perasaanku benar-benar campur aduk sih. “Bentar yah, mau cuci muka dulu” kataku sambil bangkit dan melangkahkan kakiku dengan gontai ke kamar mandi.

Di sana aku mencuci mukaku dari cipratan sperma agar aroma yang menyengat itu hilang. Keluar dari kamar mandi, kembali aku duduk di kasur dikelilingi mereka. Sudah tanggung untuk dihentikan, jadi kuikuti saja deh permainan mereka.

Kali ini si Putra yang masih hijau itu minta diajari cipokan. “Boleh yah Neng, soalnya saya pengen ngerasain dicium cewek itu kayak apa sih, apalagi cewek cakep kaya Neng” pintanya, mukaku memerah karena malu dan juga tersanjung akan pujiannya. “Cium-cium-cium !” teman-temannya yang lain menyorakinya “Sssttt…jangan keras-keras dong, ada yang tau gimana !” kataku memperingatkan sehingga mereka mengurangi volumenya.

Aku memejamkan mataku seperti kebiasaanku berciuman menunggu Putra menciumku, pertama-tama aku merasa bahuku dipegang lalu menempellah bibirnya dengan bibirku. Teknik ciumannya benar-benar amatiran, kaku dan membosankansekali, Sehingga aku yang berinisiatif memainkan lidahku baru dia mulai bisa membalasnya, aku melingkarkan tangan memeluknya dan percumbuan kami makin panas. Selama percumbuan itu juga aku merasakan tangan-tangan lain berkeliaran di sekujur tubuhku, mengelusi punggung, paha, payudara, dll.

Tidak jelas siapa yang melakukan karena aku memejamkan mata, yang jelas darahku mulai bergolak lagi karena belaian ditambah kometar-komentar jorok mereka. Ada seseorang memelukku dari belakang dan menjilati leherku, oohh…benar-benar sensasional, demikian rasanya pertama kali dikeroyok. Lama juga aku berciuman sambil digerayangi, nafasku sampai naik-turun ga karuan karenanya.

Setelah itu si Amad gondrong meminta jatahnya, dia berbaring telentang dan menyuruhku membenamkan rudalnya pada serambi lempitku. Akupun naik ke atas rudalnya, benda itu kugenggam dan kueluskan pada kemaluanku dulu supaya nafsu si Amad mendidih. Kemudian baru aku mulai menjebloskannya perlahan-lahan.

“Ahhh…eeegghh !” desahku saat memasukkan rudal itu, aku memejamkan mata dengan bibir membuka. Setelah terasa mentok, akupun perlahan menaik-turunkan tubuhku. Amad juga mendesah kenikmatan karena rudalnya dihimpit dinding serambi lempitku.

Gerak naik-turunku semakin cepat sehingga payudaraku ikut bergoncang- goncang. Dengan aku yang memegang kendali, si Amad kelihatan kelabakan, dia mendesah-desah gak karuan. Kelihatan sekali pengalaman seksnya masih dibawahku.

Dia julurkan tangannya meraih payudara kiriku, sepertinya dia gemas melihat payudaraku yang juga naik-turun itu. Dua orang lainnya duduk menonton liveshow kami, Yeyen sebelumnya telah turun ke bawah untuk memeriksa keadaan dan berjaga-jaga di pos jaga dekat gerbang. Tak lama kemudian si Ifud mendekatiku dan berdiri di sebelah menyodorkan rudalnya yang langsung kugenggam.

Jadilah aku bergaya woman on top sambil mengocoki rudal Ifud. Amad, ternyata tidaklah setangguh yang kukira Tampang boleh sangar kaya preman, tapi dia orgasme dalam waktu yang relatif singkat, isi rudalnya tertumpah dalam serambi lempitku. Aku paling senang ML di saat safe seperti ini, bebas dari rasa was-was walau pasanganku buang di dalam.

Tanpa malu-malu lagi, kupanggil si Putra agar menuntaskan birahiku. Aku duduk di kasur membuka kedua pahaku seakan mempersilakan anak itu menusuknya, aku harus membimbing rudalnya memasuki serambi lempitku karena ini pertama kalinya bagi dia. Setelah kepalanya menekan bibir serambi lempitku, kusuruh dia mendorong pantatnya.

“Ohhh…yess !” desahku ketika rudal perjaka itu menghujam ke dalam. Selanjutnya yang kurasakan adalah gesekan-gesekan antara rudalnya dengan dinding kemaluanku. Putra pun semakin menikmati persetubuhan pertamanya itu dengan makin cepat menusuk-nusukkan rudalnya hingga akhirnya kitapun orgasme bersama atas bimbinganku tentang mengatur tempo genjotan.

Sisa waktu sekitar sejam lebih kedepan aku terus disetubuhi mereka baik secara bergilir maupun barengan. Hingga akhirnya kami semua pun kelelahan bersimbah peluh. Wajahku sekali lagi belepotan sperma karena salah seorang membuangnya di sana ketika orgasme.

Sejak itu mereka sering memintaku melakukan hal yang sama lagi, terutama Putra dan Yeyen. Terkadang memintanya agak memaksa pula. Memang sih awal-awalnya aku cukup menikmati, tapi lama- lama kesal juga karena mereka makin gak tau diri, misalnya pernah satu malam Yeyen mengetuk pintu minta jatah lagi, sehingga mengganggu tidurku.