Hari ulang tahunku dimulai dengan dering notifikasi tak henti dari ponselku. Pesan-pesan ucapan selamat membanjiri layar, namun aku memilih untuk mengabaikannya. Satu demi satu, pesan serupa berdatangan, berisi ungkapan selamat yang sudah bisa aku tebak sebelumnya.
Namun, di tengah hiruk-pikuk notifikasi itu, sebuah panggilan telepon menyita perhatianku. Nama "Dewi" terpampang di layar. Setelah menjawab salam, aku mendengar suaranya yang terdengar sedikit khawatir.
Ia menanyakan keberadaanku, karena aku tak berada di rumah. Aku menjelaskan bahwa aku sedang keluar, tanpa memberikan detail lebih lanjut. Ia kemudian memberitahuku bahwa teman-temanku berencana memberikan kejutan ulang tahun.
Pertanyaan selanjutnya membuatku sedikit canggung. Ia menanyakan siapa yang bersamaku. Aku mencoba menjelaskan, namun Dewi dengan jeli menyadari kebohongan kecilku.
Ia paham benar sifatku. Aku akhirnya mengakui keinginan untuk menghabiskan waktu sendirian. Dewi, dengan sikapnya yang protektif, memintaku untuk mengirimkan lokasi keberadaanku.
Aku mencoba menolak, menjelaskan bahwa sudah malam dan meminta dia pulang saja. Namun, ia bersikeras. Setelah sedikit berdebat, aku menyerah dan mengirimkan lokasi keberadaanku.
Aku juga meminta Dewi menyampaikan terima kasihku pada teman-temanku dan meminta maaf karena tak bisa ikut merayakan. Aku memilih menghabiskan hari ulang tahunku di sebuah hotel di kawasan Kaliurang, sebuah keputusan yang sudah kuperkirakan akan kuambil. Jauh dari hiruk pikuk dan ekspektasi, aku duduk termenung, sembari mengingat bait-bait lagu lama yang terngiang di pikiranku: "Aku yang lemah tanpamu...
Aku yang rentan karena cinta yang tlah hilang darimu..." Sepi dan sunyi hotel itu menjadi saksi bisu perenungan panjangku. angmu”
Kuputar lagu untuk menekenikmatanku dalam dunia lamunku sekarang sembari menunggu kedatangan temanku, Dewi. Namun setelah menunggu lebih satu jam, dewi pun belum ada kabar sampai aku tertidur.
POV Dewi “Bondan ada di rumah mbak ?” Tanyaku pada Adni. “Mas bondan keluar mbak. Tadi udah coba aku tahan biar ga keluar dulu, tapi bilangnya mau keluar bentar cuma kok bawa mobil sama pakaian rapi.” Ujar Adni kepadaku.
“Yaaahhhhhh……” Teman-temanku dan Bondan yg ada disitu sedikit kecewa. “Coba lo telpon deh wi, tanyain doi lagi dimana” timpal Anton
“Yaude gue telpon nih, sekalian mau ke kamar mandi bentar yakk.”
Haaaaiiissshhh, ini orang kebiasaan tiap ulang tahun pasti kabur-kaburan. Bathinku setelah menelpon Bondan.
“Temen-temen, maaf ya Bondan nya lagi ada urusan pekerjaan, jadi dia ga ada dirumah. Tapi tenang besok kita makan-makan di tempat nongkrong biasa, sebagai tanda maaf katanya.” Ucapku pada temen-temen yang ada disitu. “Yaaahhh” sekali lagi mereka kecewa.
“Dasar workaholic banget temen kita satu itu” sambung Rina. Berbeda dengan Anton dan Adni si penjaga rumah yg sudah dianggap keluarga oleh Bondan. Mereka sedari tadi diam dan tiba-tiba menatapku seolah-olah dia paham betul kalau aku sedang berbohong.
Ya, aku memang sedang berbohong tentang kegiatan Bondan, bahkan alasannya pun ku buat-buat supaya Bondan tidak terlihat buruk di mata mereka. Setelah ngobrol dan berbasa-basi sebentar dengan mereka, aku pun pamit undur diri kepada si Adni yang diikuti juga oleh semua teman-temanku yang ada disitu. Setelah berada di atas motor, sejenak ku lihat arloji di tangan yg menunjukkan waktu 02.20.
Tak lupa aku keluarkan hp dan ku buka pesan dari Bondan. Dengan segera aku pun meluncur ke tempat keberadaan Bondan. Sesampainya aku di kamar yg ditunjukkan oleh room boy, ku ketuk pintu kamarnya berkali-kali namun sekalipun tak ada jawaban dari dalam kamar.
Aku memutuskan untuk langsung masuk yang memang kamar tersebut tidak dikunci olehnya sesuai pesan di WA tadi. Ku lihat ia sedang asik dengan tidurnya, aku pun tak sampai hati ingin membangunkannya. Lalu akupun duduk di samping ia tidur.
Ku perhatikan wajahnya yg begitu kenikmatans dan manly hingga tanpa aku sadari tanganku bergerak mengusap wajah dan keningnya. Seolah-olah aku ingin memberikannya sebuah suntikan kedamaian dan support terhadap kejadian pilu yg telah ia alami beberapa tahun lalu. Dan sekali lagi tanpa sadar aku mengecup kening pemuda yg sangat berjasa kepadaku, pemuda yg mengorbankan fisik dan nama baiknya hanya untukku.
Andai sajaaa….. “Eeh wi, udah dari tadi ?” Tiba-tiba Bondan bangun. “Damn, apa yg gue lakuin barusan.
Dan kenapa lo bangun pas gue nyium jidat lo sih.” Bathinku. “Wiii, halooooooooo….” Sembari mengoyangkan tangan seolah-olah menyadarkanku. “Haaaahhh.
cerita ngewe terbaru - Mantan Kekasih Posesif Menggerebekku di Kamar Hotel Kaliurang
Eehh anu….eemmm…itu apaa….aku baru nyampe kok”. Betapa gugupnya aku saat ini. “Lo kenape sih.
Am em am em, ona anu ona anu” selidik Bondan. “Kagak, gue gak kenapa-kenapa kok” Jawabku mencoba mengatasi kondisiku. “Lo kebiasaan ye.
Tiap malem ultah selalu kabur begini” sambungku yang mencoba mengalihkan arah pembicaraan. “You know lah wi, kenapa gue lebih seneng begini tiap kali gue ultah” jawab Bondan lirih. “Lo masih keinget ama kejadian itu ?
Mau sampe kapan lo begini ndan ? Mana bondan yg gue kenal dulu ?”
“Huuuffffttt” Bondan menjawab sambil mengangkat kedua pundaknya yg mengisyaratkan dia tidak bisa menjawab pertanyaanku. “Bondan bondan, move on dong.
Cewek segoblok fitri masih lo fikirin ? Lo liat diri lo sekarang, mulai doyan ngerokok lagi, minum-minum lagi. Mau ampe kapan gue nunggu lo buka hati buat guuuu…..” Njiirrrr, tanpa sadar mulutku menjadi responsif terhadap hatiku.
Kulihat dia kaget dan mengernyitkan dahinya. “maksud gue ampe kapan lo buka hati buat cewek lain ?” Aku mencoba berkilah dari perkataanku sebelumnya. “Lo gak akan sanggup ngadepin gue wi.
Yg ada lo bakal makan hati mulu” Jawaban bondan yg sama sekali tidak aku duga. “Aku siap dan aku sanggup. Selama kamu ada disamping aku terus, aku janji bakal bisa nyuri tempat di hati kamu” jawabku mantap tanpa berfikir lagi.
“Udah lah wi, lo mau makan atau minum apa gitu ?” Jawab Bondan. “Gue gak haus dan gue gak laper” jawabku sedikit ketus. Akupun beranjak lalu menuju balkon yg ada di bagian belakang kamar.
Tanpa terasa bulir-bulir air mataku jatuh, karena begitu sesaknya hati ini mendengar jawaban bondan barusan. Biarpun begitu aku tidak bisa marah kepadanya, aku paham betul kenapa dia bisa sampai seperti ini. Kenapa dia memilih tidak memiliki hubungan serius dengan wanita manapun 3 tahun belakangan, kalau pun ada beberapa wanita dekat dengan dia itu hanya sebatas seks saja, tidak lebih.
Tiba-tiba bondan datang memelukku dari belakang. Dan satu tangannya mengusap air mataku. “Aku nyaman, bahagia, pas dideket kamu.
Tapi aku takut wi” Senangnya hatiku mendengar ucapannya. Aku-kamu, bahagia, nyaman. Aaaaaaaaa.
Aku pun membalikkan badan dan berniat ingin meyakinkan dia. Tiba-tiba. Cuuuppppppp.
Sesaat aku dibuatnya mematung, namun itu tak berlangsung lama. Aku pun membalas lumatannya pada bibirku. Cuuppp…eehhhh..mmmmhhh… Hampir 5 menit kami berbicara lewat ciuman kami.
Kuraih tangannya dan ku arahkan ke payudaraku dan aku berinisiatif menciumnya kembali. Namun bondan mengelak dan melepaskan tangannya. “Jangan wi, aku takut kelewatan.
Karena aku tau kamu menjaga betul kehormatanmu sebagai wanita” ucapnya. Lagi-lagi air mataku tak dapat kubendung, akupun memeluknya sangat erat dan menangis bahagia di pundaknya seraya berbisik ke telinganya “kasih aku kesempatan cil”. “Kamu kok tau nama panggilanku dulu?” Ucapnya kaget.
“Ada deh, aku cinta kamu cil. Aku janji kamu juga akan mencintaiku”. “Semoga” jawab bondan datar.
“Eeh kok itu kamu berdiri sih, isssh mesum. Tadi katanya gak mau, sekarang adeknya bangun, hehehe” sembari ku elus-gundukan yg ada di selakangannya. “Laki-laki ga normal kalo lagi deket bidadari begini gak bediri adeknya”
“Gombal.
Yaudah sana tuntasin di kamar mandi dulu kancil mesum”
To be continue